E-COMMERCE: TANTANGAN KPPU DI ERA DIGITAL BISNIS

E-COMMERCE: TANTANGAN KPPU DI ERA DIGITAL BISNIS[1]

Dinamika perekonomian di Indonesia sudah memasuki era baru, yaitu era digitalisasi. Bisnis-bisnis bermodel online semakin banyak tumbuh dan muncul. Perubahan model bisnis dari bisnis konvensional menjadi online juga mendapat sambutan positif dari pemerintah. Pada bulan November 2016, Pemerintah mengumumkan Paket Kebijakan Ke-14 Tentang Peta Jalan E-Commerce. Visi pemerintah menerbitkan Paket Kebijakan Ke-14 Tentang Petan Jalan E-Commerce adalah untuk mencapai target pada tahun 2020 menjadi negara dengan kapasitas digital ekonomi terbesar di Asia Tenggara.

Pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2017 Tentang Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik (Road Map E-Commerce) Tahun 2017-2019 sebagai dokumen yang memberi arahan dan langkah-langkah penyiapan dan pelaksanaan perdagangan yang transaksinya berbasiskan serangkaian perangkat dan prosedur elektronik. Adapun cakupan Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik (“SPBNE”) yaitu mencakup program pendanaan; perpajakan; perlindungan konsumen; pendidikan dan sumber daya manusia; infrastruktur komunikasi; logistik; keamanan siber (cyber security); dan Pembentukan Manajemen Pelaksana Peta Jalan SPBNE 2017-2019.

Perlu diketahui bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi di Indonesia termasuk baik sehingga memungkinkan bertumbuhnya industri atau model bisnis baru. Dalam Laporan Triwulan Perekonomian Indonesia Maret 2017[2] menyebutkan pertumbuhan PDB riil diproyeksikan naik menjadi 5,2 persen di tahun 2017, dan mencapai 5,3 persen pada 2018.

Geliat E-Commerce Indonesia

Industri E-Commerce mendapat sambutan positif dari masyarakat Indonesia, hal ini dibuktikan dengan semakin bertambahnya starts-up yang mengambil peranan dalam jasa jual-beli online. Menurut Faisal Basri[3] peranan ICT (Information, Communication and Technology) menjadi semakin penting dalam perekonomian seiring dengan menjamurnya rintisan (starts-up), perdagangan berbasis elektronik (e-commerce), hingga usaha kecil dan menengah (UKM).
Berdasarkan hasil riset yang dikeluarkan oleh Google dan Temasek dengan judul E-conomy SEA, Unlocking the $200 billion digital opportunity in Southeast Asia pada bulan Agustus Tahun 2016[4] memaparkan bahwa pada tahun 2025, Indonesia akan mendominasi 52 persen dari keseluruhan aktivitas e-commerce di Asia Tenggara. Menurut Google, alasan yang mendukung pernyataan tersebut adalah besarnya populasi penduduk Indonesia, pertumbuhan akses internet dan faktor geografis Indonesia yang menjadi faktor yang memberikan kesempatan besar bagi ecommerce sebagai pilihan utama. Namun, menurut hasil riset tersebut juga terdapat enam tantangan besar yang harus diatasi untuk mendaoatkan target internet market di Asia Tenggar sebesar $200billion, yaitu Talent/Engineering; Funding Capital; Payment Mechanisms; Internet Infrastructure; Logistics Infrastructure; Lack of Consumer Trust.[5] Kabar baik pertumbuhan e-commerce di Indonesia juga didukung hasil riset McKinsey & Company dalam rilisnya pada September 2016 dengan judul Unlocking Indonesia’s Digital Opportunity. Menurut penelitian McKinsey & Company bahwa teknologi digital dapat menjadi kunci penting dalam meningkatkan pertumbuhan tenaga kerja dan produktivitas dengan estimasi pengaruhnya mencapai $150 billion pada tahun 2025.[6]

Dengan memahami potensi besar pertumbuhan e-commerce di Indonesia, tentu akan memiliki dampak bagi sektor bagi industri atau bisnis konvensional yang sudah beroperasi sebelum munculnya bisnis model e-commerce. Beberapa hal yang sudah terlihat adalah minat masyarakat untuk berbelanja secara konvensional mulai berkurang dikarenakan kemudahan berbelanja secara online. Akibat dari perubahan model bisnis ini adalah semakin banyak gerai-gerai konvensional ataupun industri konvensional yang tidak melakukan perubahan pada model bisnisnya berangsur berhenti beroperasi. Contoh yang bisa kita lihat yaitu penutupan dua gerai PT Matahari Department Store Tbk yang berlokasi di Pasaraya Blok M dan Pasaraya Manggarai pada akhir bulan September 2017 dengan alasan pusat perbelanjaan tersebut sepi pengunjung sehingga penjualan tidak sesuai target.

Beberapa nama-nama Toko online yang sudah cukup dikenal di Indonesia antara lain[7] Kaskus, OLX, Lazada Indonesia, Traveloka, MatahariMall, Bhinneka, Agoda, Zalora Indonesia, Tiket.com, JakartaNotebook, Bilna, Groupon, Berrybenka, JD.id, Bukalapak, Tokopedia, Elevenia, AliExpress, Qoo10 Indonesia, Jualo, Blanja, Blibli, Indonetwork, IndoTrading. Omset dari masing-masing toko online tersebut sudah masuk kategori besar sehingga mendorong kemunculan nama-nama toko online baru. Tentu saja kemudahan untuk membuka bisnis di toko online dimana tidak memerlukan ruang yang cukup besar menjadi salah satu faktor bertumbuhnya bisnis ini. Namun, gerai-gerai konvensional juga mengalami dampak terhadap laju pertumbuhan industri e-commerce ini dimana pembeli menjadi lebih memilih berbelanja secara online dibandingkan harus datang ke pusat perbelanjaan konvensional. Kemudahan lainnya adalah barang yang kita pesan langsung diantar ketempat yang kita mau sehingga lebih praktis dan lebih menyenangkan bagi pelanggan.
Tantangan ini tentu menimbulkan persaingan usaha model baru yang secara kompleks akan memperhadapkan antara industri online dengan industri konvensional. Persaingan yang terbentuk antar para pelaku usaha seharusnya memberikan dampak dan manfaat yang baik bagi pertumbuhan ekonomi dan pilihan yang lebih beragam bagi konsumen. Namun bila persaingan yang tumbuh memberikan dampak yang mengeliminir eksistensi model bisnis yang berbeda tentu akan menjadikan persaingan menjadi tidak terkontrol dengan baik apalagi regulasi terkait persaingan usaha dibidang bisnis online belum terwujud dengan baik.
source. www.talentweb.com.au/bedigitalbehuman.jpg

Peranan KPPU dalam Industri Digital

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Adapun tugas dan wewenang Komisi Pengawas Persaingan Usaha dijabarkan seperti diatur dalam Pasal 35 dan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Pasal 35 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
Tugas Komisi meliputi:
a.  melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 16;
b.   melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 24;
c.   melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 28;
d.   mengambil tindakan sesuai dengan wewenang Komisi sebagaimana diatur dalam Pasal 36;
e.   memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
f.    menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan Undang- undang ini;
g.   memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 36 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Wewenang Komisi meliputi:
  1. menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
  2.  melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
  3. melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha atau menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud huruf e dan huruf f, yang tidak bersedia memenuhi panggilan Komisi;
  4.  meminta keterangan dari instansi Pemerintah dalam kaitannya dengan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini;
  5.  mendapatkan, meneliti, dan atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan atau pemeriksaan;
  6. memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku usaha lain atau masyarakat;
  7.  memberitahukan putusan Komisi kepada pelaku usaha yang diduga melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
  8. menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini.

Melihat pada tugas dan wewenang tersebut kita memahami peranan penting KPPU dalam menjaga agar persaingan usaha di negara ini masih pada koridor hukum yang benar. Pada hakikatnya persaingan usaha yang baik bukan bertujuan mengeliminir salah satu pesaing namun membantu menciptakan inovasi agar memberikan kebaruan dan kemanfaatan yang lebih besar lagi bagi perekonomian dan masyarakat luas. Oleh karena itu peranan KPPU menjadi sangat vital dan urgent dalam mengawasi persaingan usaha di negara ini.

Fenomena yang juga muncul adalah industri online yang bersaing dengan industri konvensional menyebabkan dampak yang relatif merugikan bagi industri dengan model bisnis konvensional. Hal ini tentu menjadikan persaingan usaha menjadi lebih rumit dan kompleks sebab dari sudut pandang industri, kedua model ini sama-sama melakukan bisnis jual beli yang sama namun dengan metode yang berbeda. Kesulitan untuk melakukan analisa apakah hal ini termasuk persaingan usaha yang tidak baik menjadi sulit karena keduanya berada dalam struktur pasar yang berbeda atau masuk bidang bisnisnya masuk dalam pasar yang bersangkutan atau berkaitan.

Persaingan usaha ini akan semakin kompleks, dan KPPU harus semakin inovatif dan tidak jauh dari perkembangan teknologi. KPPU harus berevolusi juga dari cara-cara konvensional dalam memahami persaingan usaha menjadi lebih modern dengan memanfaatkan teknologi atau kemudahan dan perkembangan digital yang juga sudah berkembang pesat. KPPU tidak menjadi lembaga yang kaku dan menolak perubahan dalam model bisnis digital, KPPU harus memahami dan menjadi pihak yang tidak anti terhadap digitalisasi, namun harus memanfaatkan era digitalisasi untuk mendukung tumbuh kembangnya industri di negara ini dengan menjaga agar industri online dan konvensional tetap dalam persaingan yang saling membangun. KPPU harus mengambil peranan sebagai jembatan antara industri konvensional dan industri online dalam tugas dan wewenangnya. Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, baiklah kebijakan dan putusan yang dikeluarkan bukan hanya menjaga tumbuh kembang persaingan usaha yang sehat namun menjadi pemicu industri untuk semakin inovatif dan semakin berani untuk mengembangkan usahanya. KPPU tidak dipahami sebagai lembaga yang menghukum para pelaku industri, namun dipahami sebagai pengawas dan penasehat yang adil bagi semua pelaku usaha. Namun, era digitalisasi harus dipandang sebagai titik balik perubahan sikap KPPU dalam membangun KPPU dimasa depan dimana digitaliasasi adalah hal yang lumrah.
oOo




[1] Arif Sharon Simanjuntak, SH. E: arifsharons@gmail.com
[3] https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20161205181655-92-177523/faisal-basri-ramal-bisnis-ict-bakal-mengilap-di-2017/
[4] https://www.techinasia.com/google-temasek-ecommerce-data-indonesia
[5] https://docs.google.com/presentation/d/1Bp4KT-W8RF4ZorPUthts8X-B7QHBhsEnY1T5G7XifU0/pub?start=true&loop=false&delayms=3000&slide=id.g1421568192_0_96
[6] McKinsey & Company. Unlocking Indonesia’s Digital Opportunity, pdf. September 2016. Hal. 12
[7] https://id.techinasia.com/toko-online-populer-di-indonesia

Komentar

Postingan Populer